Sabtu, 10 November 2012

Resensi Hati yang Damai- Nh.dini

Judul karya resensi: Cinta segitiga
Judul                      : Hati yang Damai
Penulis                    :Nh.dini
Tebal                      : 89hlm
ISBN                      : 979-669-419-0

" Hati yang Damai" berkisah dari sudut pandang akuan, dinaratori oleh istri penerbang bernama Dati. Dalam balut kata-kata Nh. Dini yang terpilih ( dan memang menurut saya begitu halus) berceritalah Dati tentang kebimbangan-kebimbangannya akan pembuktian cintanya kepada Wija, suaminya yang ditugaskan di medan perang ( saya mengetahui bahwa latar cerita ini adalah pemberontakan PRRI/Permesta yang pada saat itu berlangsung di Sumatera). Adalah hal yang biasa - sepertinya - bila seorang penerbang hilang atau tidak kembali ke pangkalan, tidak ada bedanya dengan pendaratan crash landing.

Begitulah, saat Dati melepas kepergian suaminya, dia yakin bahwa dia tidak ingin suaminya hilang dari pandangnya, meskipun rasa cintanya terhadapnya masih sering diragukannya sendiri. Diantara kebimbangan-kebimbangan itulah, cinta segitiga di masa lalu kembali justru di saat penantiannya akan kepulangan sang suami. Cinta pertamanya, Sidik, menjadi orang penting di kota besar ( sepertinya wakil rakyat )yang merindukan cinta dari satu pelukan ke pelukan perempuan lain tiap malam, bahkan Dati mengetahui bahwa istri kakaknyapun dengan rela memberikan 'pelukan' itu, tentu dengan bayaran yang pantas. Dan, Nardi, sahabat Sidik yang mengakui cintanya kepada Dati di masa lalu, hadir dalam belantara kehidupan sang istri penerbang sebagai dokter angkatan udara yang bersahabat dengan Wija.

Penggunaan pencerita orang pertama membawa konsekuensi dalam penokohan: semua tokoh di tampilkan secara tidak langsung atau dramatik,karena pencerita yang berdiri dalam cerita adalah seorang tokoh. Tampilnya seorang tokoh sebagai pencerita dapat mengakibatkan ketidakadilan dalam menampilkan tokoh, sebab besar kemungkinan ia subejktif dalam memberikan penilaian kepada orang lain. Namun, novel ini membuktikan bahwa hal tersebut tergantung kejujuran tokoh pencerita ketika ia berkomentar, membaca hati orang dan melukiskan orang lain, disamping harus diimbangi dengan komentar tokoh lain dan apa yang di lakukan seorang tokoh.
Terbukti ketika ia menilai dan membanca hati sidik: meskipun dari perbuatan dan beberapa cakapannya tampak bahwa sidik tidak terpuji, tetapi tokoh utama yang mencerita sanggup menangkap penderitaan sidik dari matanya “…aku menemukan pandang yang itu –itu juga, pandang jauh: pandang yang seakan merindukan sesuatu yang tak terduga oleh siapa pun.”
Ternyata keliaran asti dalah kompensasinya karena tidak dapat memberikan anak kepada suami yang di cintainya. Dengan demekian, meskipun tokoh utama tampil sebagai pencerita, tetapi dengan kemampuannya menggunakan bermacam-macam teknik dramatic, keobjektifan dalam penampilan para tokohnya dapat terjaga. Penggunaan pencerita orang pertama juga membawa konsekuensi dalam pelukan latar: semua dari sudut panadang tokoh utama. Etika ada seseuatu yang tidak beres, dati bisa menangkapnya dari situasi latar yang ia lukiskan.
Sebenarnya, novel ini sangat bagus. Data-data pembuktian bahwa pada saat itu terjadi PRRI/Permesta tidak terlalu nampak, karena yang ditampilkan adalah nasib para penerbang dan istrinya. Lewat kehalusan-lah, Nh. Dini berkisah tentang masa lalu yang hadir, dan menjadi balutan cinta segi empat yang tampil dengan halus.
Kedamaian di hati Dati hadir di akhir cerita, ketika dengan halus diakuinya bahwa Wija-lah yang dapat memberinya keluasan dalam hati. Alur ceritanya lancar dan santai, dan saya terperanjat akan puncak pengakuan sang istri yang kekurangan cinta. Akhirnya datang dan sempat membuat jantung saya berdebar, meskipun cerita ini bagi saya hanya pantas dianugrahi bintang empat. jejak-jejak "feminis" kurang ditemui dalam novelet ini. Apakah karna ini roman pertama ataukah Dati sebagai narator saya rasa "kurang tegas" dalam menindak laki-laki.
Dari buku ini saya belajar bahwa lari dari masalah sama sekali tak menyelesaikan masalah, sang istri dalam tokoh ini tidak menyelesaikan masalahnya dengan tuntas di masa lalunya sehingga akhirnya mereka kembali mengganggu kedamaian hatinya, juga ketidaktegasannya menolak dan keraguan akan perasaannya. Mungkin buat yang mempunyai kisah-kisah yang tidak tuntas dimasa lalu sebaiknya diselesaikan dengan segera sebelum mengganggu kedamaian hati kita dimasa mendatang.

























Tidak ada komentar:

Posting Komentar