Judul karya resensi: Cinta
segitiga
Judul : Hati yang Damai
Penulis :Nh.dini
Tebal : 89hlm
ISBN : 979-669-419-0
Judul : Hati yang Damai
Penulis :Nh.dini
Tebal : 89hlm
ISBN : 979-669-419-0
. " Hati yang Damai" berkisah dari sudut pandang akuan,
dinaratori oleh istri penerbang bernama Dati. Dalam balut kata-kata Nh. Dini
yang terpilih ( dan memang menurut saya begitu halus) berceritalah Dati tentang
kebimbangan-kebimbangannya akan pembuktian cintanya kepada Wija, suaminya yang
ditugaskan di medan perang ( saya mengetahui bahwa latar cerita ini adalah
pemberontakan PRRI/Permesta yang pada saat itu berlangsung di Sumatera). Adalah
hal yang biasa - sepertinya - bila seorang penerbang hilang atau tidak kembali
ke pangkalan, tidak ada bedanya dengan pendaratan crash landing.
Begitulah,
saat Dati melepas kepergian suaminya, dia yakin bahwa dia tidak ingin suaminya
hilang dari pandangnya, meskipun rasa cintanya terhadapnya masih sering
diragukannya sendiri. Diantara kebimbangan-kebimbangan itulah, cinta segitiga
di masa lalu kembali justru di saat penantiannya akan kepulangan sang suami.
Cinta pertamanya, Sidik, menjadi orang penting di kota besar ( sepertinya wakil
rakyat )yang merindukan cinta dari satu pelukan ke pelukan perempuan lain tiap
malam, bahkan Dati mengetahui bahwa istri kakaknyapun dengan rela memberikan
'pelukan' itu, tentu dengan bayaran yang pantas. Dan, Nardi, sahabat Sidik yang
mengakui cintanya kepada Dati di masa lalu, hadir dalam belantara kehidupan
sang istri penerbang sebagai dokter angkatan udara yang bersahabat dengan Wija.
Penggunaan
pencerita orang pertama membawa konsekuensi dalam penokohan: semua tokoh di
tampilkan secara tidak langsung atau dramatik,karena pencerita yang berdiri
dalam cerita adalah seorang tokoh. Tampilnya seorang tokoh sebagai pencerita
dapat mengakibatkan ketidakadilan dalam menampilkan tokoh, sebab besar
kemungkinan ia subejktif dalam memberikan penilaian kepada orang lain. Namun,
novel ini membuktikan bahwa hal tersebut tergantung kejujuran tokoh pencerita
ketika ia berkomentar, membaca hati orang dan melukiskan orang lain, disamping
harus diimbangi dengan komentar tokoh lain dan apa yang di lakukan seorang
tokoh.
Terbukti
ketika ia menilai dan membanca hati sidik: meskipun dari perbuatan dan beberapa
cakapannya tampak bahwa sidik tidak terpuji, tetapi tokoh utama yang mencerita
sanggup menangkap penderitaan sidik dari matanya “…aku menemukan pandang yang
itu –itu juga, pandang jauh: pandang yang seakan merindukan sesuatu yang tak
terduga oleh siapa pun.”
Ternyata
keliaran asti dalah kompensasinya karena tidak dapat memberikan anak kepada
suami yang di cintainya. Dengan demekian, meskipun tokoh utama tampil sebagai
pencerita, tetapi dengan kemampuannya menggunakan bermacam-macam teknik dramatic,
keobjektifan dalam penampilan para tokohnya dapat terjaga. Penggunaan pencerita
orang pertama juga membawa konsekuensi dalam pelukan latar: semua dari sudut
panadang tokoh utama. Etika ada seseuatu yang tidak beres, dati bisa
menangkapnya dari situasi latar yang ia lukiskan.
Sebenarnya,
novel ini sangat bagus. Data-data pembuktian bahwa pada saat itu terjadi
PRRI/Permesta tidak terlalu nampak, karena yang ditampilkan adalah nasib para
penerbang dan istrinya. Lewat kehalusan-lah, Nh. Dini berkisah tentang masa
lalu yang hadir, dan menjadi balutan cinta segi empat yang tampil dengan halus.
Kedamaian
di hati Dati hadir di akhir cerita, ketika dengan halus diakuinya bahwa
Wija-lah yang dapat memberinya keluasan dalam hati. Alur ceritanya lancar dan
santai, dan saya terperanjat akan puncak pengakuan sang istri yang kekurangan
cinta. Akhirnya datang dan sempat membuat jantung saya berdebar, meskipun
cerita ini bagi saya hanya pantas dianugrahi bintang empat. jejak-jejak
"feminis" kurang ditemui dalam novelet ini. Apakah karna ini roman
pertama ataukah Dati sebagai narator saya rasa "kurang tegas" dalam
menindak laki-laki.
Dari
buku ini saya belajar bahwa lari dari masalah sama sekali tak menyelesaikan
masalah, sang istri dalam tokoh ini tidak menyelesaikan masalahnya dengan
tuntas di masa lalunya sehingga akhirnya mereka kembali mengganggu kedamaian
hatinya, juga ketidaktegasannya menolak dan keraguan akan perasaannya. Mungkin
buat yang mempunyai kisah-kisah yang tidak tuntas dimasa lalu sebaiknya
diselesaikan dengan segera sebelum mengganggu kedamaian hati kita dimasa
mendatang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar