BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan
total dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk dan disertai dengan perubahan fundamental
dalam struktur ekonomi suatu negara dan pemerataan pendapatan bagi penduduk
suatu negara.
Dalam memajukan pertumbuhan dan pembangunan
ekonomi diperlukan strategi pertumbuhan ekonomi yang cocok bagi suatu Negara.
Oleh Karena itu dalam makalah ini kami akan
membahas tentang Strategi Pertumbuhan dan Pembangunan Ekonomi mengenai:
Strategi minimum Kritis, Strategi pembangunan seimbang dan Strategi Pembangunan
tidak seimbang.
B. TUJUAN
Untuk memberikan informasi tentang Strategi
Perumbuhan dan Pembangunan Ekonomi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. STRATEGI UPAYA MINIMUM KRITIS
Harvey Leibenstein mengajukan tesis bahwa
sebagian besar Negara Sedang Berkembang dicekam oleh lingkaran setan kemiskinan
yang membuat mereka tetap berada pada tingkat keseimbangan pendapatan per
kapita yang rendah. Jalan keluar dari masalah ini adalah dengan melakukan suatu
upaya minimum kritis tertentu yang akan menaikan tingkat pendapatan per kapita
yang berkesinambungan dan dapat dipertahankan.
Leibenstein mengatakan bahwa dalam tahap
transisi dari keadaan keterbelakangan ke keadaan yang lebih maju di mana kita
dapat mengharapkan pertumbuhan jangka panjang yang mantap di perlukan suatu
kondisi bahwa suatu perekonomian harus mendapatkan rangsangan pertumbuhan yang
lebih besar dari batas minimum kritis tertentu.
Menurut Leibenstein, setiap ekonomi akan
tunduk pada hambatan dan rangsangan yang terjadi. Adanya hambatan akan
menurunkan pendapatan per kapita dari tingkat sebelumnya sedangkan rangsangan cenderung
akan meningkatkan pendapatan per kapita. Suatu Negara akan tetap berada pada
keterbelakangan jika besarnya rangsangan lebih kecil daripada besar hambatan
yang di hadapi. Hanya jika pada factor-faktor tertentu di nilai dapat
meningkatkan pendapatan di berikan rangsangan yang lebih besar di bandingkan
dengan hambatan yang mereka hadapi maka usaha minimum itu dapat tercapai
sehingga perekonomian akan mencapai kemajuan.
a. Pertumbuhan Penduduk Merupakan Fungsi dari Pendapatan Per Kapita
Tesis Leibenstein di dasarkan pada kenyataan bahwa laju
pertumbuhan penduduk merupakan fungsi dari laju pendapatan per kapita. Laju
pertumbuhan penduduk berkaitan erat dengan berbagai tahap pembangunan ekonomi.
Mula-mula tingkat keseimbangan subsisten, laju pendapatan, kesuburan dan
kematian sesuai dengan tingkat kelangsungan hidup penduduk. Jika pendapatan per
kapita naik diatas posisi keseimbangan maka tingkat kematian akan menurun tanpa
dibarengi penurunan tingkat kesuburan. Akibatnya, laju pertumbuhan penduduk
meningkat. Jadi, kenaikan tingkat pendapatan per kapita cenderung menaikan laju
pertumbuhan penduduk. Namun kecenderungan
ini hanya sampai pada titik tertentu, setelah melapaui titik tersebut,
kenaikan pendapatan per kapita akan menurukan tingkat kesuburan dan ketika
pembangunan sudah sampai pada tahap maju maka laju pertumbuhan penduduk akan
menurun.
Argument Leibenstein tersebut didasarkan pada teks
kapilaritas sosial nya Dumont, yang menyatakan bahwa kenaikan pendapat per
kapita akan mengurangi keinginan untuk mempunyai banyak anak guna menunjang
pendapatan orang tua. Spesialisasi yang semakin meningkat serta peningkatan
pendapatan mobilitas ekonomi akan menimbulkan sebuah kenyataan bahwa
mengurus keluarga besar akan terasa
lebih sulit dan mahal. Oleh karena itu laju pertumbuhan penduduk menjadi
konstan dan kemudian secara perlahan akan mengalami penurunan, sebaliknya
perekonomian akan mengalami kemajuan yang pesat menuju garis pembangunan
berkesinambungan. Menurut leibenstein, laju pertumbuhan maksium penduduk secara
biologis antara 3 sampai 4 persen.
Kurva N menggambarkan laju pendapatan per kapita
sedangkan kurva P menggambarkan laju pertumbuhan penduduk pada setiap tingkat
pendapatan perkapita. Bermula dari titik A yang mewakili titik keseimbangan subsisten.
Jika pendapatan per kapita di naikan Yb, laju pertumbuhan penduduk dan laju
pendapatan per kapita dua-duanya adalah 1%. Pada laju pendapatan per kapita Yc,
laju pertumbuhan penduduk sebesar 2% lebih tinggi daripada laju pendapatan per
kapita sebesar 1%. Oleh karena itu pendapatan per kapita harus dinaikan
sedemikian rupa agar dapat meningkatkan pendapatan nasional yang lebih besar
dari laju pertumbuhan penduduk. Hal ini bisa tercapai pada tingkat Ye dimana
laju pertumbuhan penduduk yang ditentukan secara biologis oleh leibenstein
diasumsikan sebesar 3%. Dengan demikian Ye adalah tingkat pendapatn per kapita
minimum kritis yang diperlukan untuk menggerakan pembangunan ekonomi yang
berkesinambungan.
b. Faktor-faktor Lain Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Pendapatan per Kapita
Selain pertumbuhan penduduk ada faktor lain yang
memerlukan penerapan upaya minimum kritis yaitu :
1.
Skala disekonomis internal
Yang timbul akibat tidak dapat dibaginya faktor produksi.
2.
Skala disekonomis eksternal
Yang timbul akibat adanya ketergantungan eksternal,
hambatan budaya dan kelembagaan yang ada di Negara Sedang Berkembang.
Untuk mengatasi kedua hal tersebut diperlukan upaya
minimum kritis yang cukup besar. Namun upaya ini tidak dapat dilakukan pada
tingkat pendapatan subsisten, karna pengeluaran pada tingkat pendapatan
subsisten hanyalah sekedar untuk bertahan hidup dan untuk pemenuhan kebutuhan
sehari-hari. Jadi upaya minimum kritis itu harus lebih besar diatas tingkat
pendapatan subsisten agar roda pembangunan ekonomi yang berkesinambungan dapat
bergerak.
c. Agen Pertumbuhan
Upaya minimum kritis dapat di lakukan jika ada dukungan
dari kondisi ekonomi yang relavan terhadap kegiatan usaha, sehingga laju
kekuatan pendorong berkembang lebih cepat daripada kekuatan penghambat pendapatan.
Oleh karena itu di ciptakan pengembangan agen-agen pertumbuhan, agen-agen
pertumbuhan tersebut merupakan anggota masyarakat yang melakukan
kegiatan-kegiatan yang membantu pertumbuhan. Agen-agen tersebut adalah para
pengusaha, investor, penabung, dan innovator. Kegiatan-kegiatan produktif
tersebut di nilai mampu menghasilkan kewiraswastaan, peningkatan sumber daya
pengetahuan, pengembangan keterampilan produktif masyarakat, serta peningkatan
laju tabungan dan investasi.
d. Rangsangan Pertumbuhan
Menurut Leibenstein, berhasil tidaknya agen pertumbuhan
tergantung pada hasil yang diharapkan dari kegiatan tersebut. Leibenstein
membedakan rangsangan pertumbuhan ke dalam dua jenis:
1.
Rangsangan zero-sum yang tidak meningkatkan pendapatan nasional tetapi
hanya upaya distributive.
2.
Rangsangan positif-sum yang berarti terdapat upaya pengembangan
pendapatan nasional.
Positif-sum dinilai
mampu menghasilkan pembangunan ekonomi. Namun kondisi yang ada di NSB sering
kali hanya mendorong pengusaha terlibat dalam kegiatan zero-sum. Kegiatan
tersebut mencakup:
1.
Kegiatan bukan dagang untuk menjamin posisi monopolistic yang lebih
besar, kekuatan politik, dan prestise sosial.
2.
Kegiatan dagang yang membawa ke posisi monopolistic yang lebih besar
yang tidak menambah sumber-sumber agregat.
3.
Kegiatan spekulatif yang tidak memanfaatkan tabungan, dan tidak
memanfaatkan sumber kewirausahaan yang langka.
4.
Kegiatan yang menggunakan tabungan neto, tetapi investasinya hanya
mencakup bidang-bidang usaha yang nilai sosial nya nol atau lebih rendah
daripada nilai privatnya.
Jadi, kegiatan
zero-sum bukanlah kegiatan yang secara rill meciptakan pendapatan tetapi hanya
sekedar pemindahan likuiditas dari satu orang ke orang lain. Oleh karena itu,
upaya minimum kritis itu harus cukup besar agar tercipta iklim yang relevan
bagi berlangsungnya rangsangan positive-sum.
Di dalam
perekonomian terbelakang ada pengaruh tertentu yang bersifat anti perubahan,
yang cenderung akan menekan pendapatan per kapita. Pengaruh-pengaruh tersebut
antara lain :
1.
Kegiata zero-sum untuk mempertahankan hak-hak istimewa ekonomi yang ada
melalui pembatasan peluang-peluang ekonomi yang memiliki potensi untuk
berkembang
2.
Tindakan konservatif para buruh yang terorganisir maupun yang tidak
terorganisir untuk menentang perubahan.
3.
Adanya berbagai macam upaya yang menentang gagasan dan pengetahuan baru
karena gagasan lama sudah tertanam dihati mereka.
4.
Adanya kenaikan pengeluaran konsumsi atas barang-barang mewah yang
dinilai kurang produktif apabila dibandngkan dengan pengeluaran untuk kegiatan
akumulasi modal.
5.
Pertumbuhan penduduk dan angkatan kerja mempunyai pengaruh pada
berkurangnya modal yang tersedia per tenaga kerja.
Untuk mengatasi
semua kendala yang mengakibatkan suatu perekonomian berada dalam keadaan
keterbelakangan, maka diperlukan upaya minimum kritis yang cukup besar untuk
mendorong laju pertumbuhan ekonomi sehingga dapat memacu positif-sum dan
menciptakan kekuatan untuk menandingi zero-sum. Sebagai hasil dari upaya
minimum kritis itu, pendapata perkapita akan mengalami kenaikan sehingga
tingkat tabungan dan investai akan terstimulasi. Perubahan-perubahan tersebut
berdampak :
1.
Ekspansi agen pertumbuhan.
2.
Meningkatnya sumbangan mereka pada per unit modal.
3.
Semakin berkurangnya kekuatan dari faktor-faktor penghambat pertumbuhan.
4.
Penciptaan sebuah kondisi yang mampu meningkatkan mobilitas ekonomi dan
sosial.
5.
Peningkatan spesialisasi, serta berkembangnya sector suknder dan
tersier.
6.
Terciptanya iklim yang cocok bagi adanya perubahan, yang pada akhir nya
perubahan tersebut dinilai bisa mengurangi laju pertumbuhan penduduk.
e. Kritik Terhadap Teori Leibenstein
Di dalam kata pengatar bukunya, Leibenstein menuliskan
bahwa tujuan dari analsisnya adalah memberikan penjelasan atau pemahan bukan
memberikan resep. Tetapi tesis ini mampu menarik perhatian para ekonom dan
perencana pembangunan di NSB. Meskipun demikian tesis ini tetap mengandung
beberapa kelemahan yaitu :
Pertama, laju pertumbuhan penduduk berkaitan dengan
tingkat kematian. Menurut Leibenstein laju pertumbuhan penduduk akan meningkat
seiiring dengan peningkatan pendapatan per kapita jika telah mencapai titik
tertentu. Namun jika melewati titik tertentu maka pertumbuhan penduduk akan
menurun. Dengan adanya perbaikan pada kapasitas kesehatan, sarana dan prasarana
di NSB merupakan faktor pendorong pertumbuhan dan menekan angka kematian.
Dengan kata lain, pertumbuhan penduduk tidak semata-mata didorong oleh
perubahan yang signifikan dari pendapatan per kapita.
Kedua, penurunan tingkat kelahiran bukan disebabkan
oleh kenaikan pendapatan per kapita. Di sebagian besar NSB masalah penurunan
tingkat kelahiran lebih disebabkan oleh aspek sosial-budaya dan bahkan persepsi
intelektual dinilai mampu mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai jumlah
anak yang ideal.
Ketiga, mengabaikan peran pemerintah dalam menekan
tingkat kelahiran. Leibenstien mengabaikan peran pemerintah dalam menekan
tingkat kelaharian. Padahal dibanyak Negara pemerintah secara proaktiv
mengkampanyekan program gerakan keluarga kecil guna menekan angka kelahiran.
Keempat, mengabaikan unsur waktu. Strategi leibenstein
cenderung mengabaikan unsur waktu dalam analisisnya. Unsur waktu diperlukan
untuk mengetahui rentang waktu yang dibutuhkan antara aksi dan reaksi.
Kelima, menurut Myint, hubungan fungsional antara laju
pendapatan per kapita dan laju pertumbuhan pendapatann total lebih kompleks dan
tidak sederhana seperti yang ditunjukan Leibenstein. Ada dua argument yang
mendasari pandangan tersebut. Pertama, hubungan pendapatan per kapita dengan
laju tabungan dan investasi tergantung pada kinerja lembaga keuangan dalam
mobilitas tabungan masyarakat. Kedua, hubungan antara investasi dan outpun yang
dihasilkan tidak serta merta ditentukan oleh rasio modal seperti yang
diasumsikan Leibenstein.
Keenam, strategi Leibenstein ini hanya akan relevan
jika diterpakan pada perekonomian tertutup
B. STRATEGI PEMBANGUNAN SEIMBANG
Pembangunan seimbang dapat di artikan sebagai
pembangunan berbagai jenis industri secara berbarengan sehingga industri saling
menciptakan pasar bagi yang lain. Singkatnya strategi pembangunan seimbang ini
mengharuskan adanya pembangunan yang harmonis di berbagai sektor ekonomi
sehingga keseluruhan sektor akan tumbuh bersama.
Oleh karena itu, diperlukan keseimbangan
antara sisi permintaan dan sisi penawaran. Sisi penawaran memberikan penekanan
pada pembangunan serentak dari semua sektor yang saling berkaitan dan berfungsi
meningkatkan penawaran barang yang meiputi pembangunan serentak yang harmonis
dari barang setengah jadi, bahan baku, sumberdaya energy, pertanian, pengairan,
transportasi serta semua industri yang memproduksi barang konsumen.
Sedangkan sisi permintaan berhubungan dengan
penyediaan kesempatan kerja yang lebih besar dan penambahan pendapatan agar
permintaan barang dan jasa dapat tumbuh. Sisi ini berkaitan dengan industri
yang sifatnya saling melengkapi, seperti industri benang dan industri pewarna
pakaian. Jika semua industri dibangun secara serentak maka jumlah tenaga kerja
yang terserap akan menjadi sangat besar.
Strategi pembangunan seimbang ini
dilaksanakan dengan maksud untuk menjaga agar proses pembangunan tidak
menghadapi hambatan dalam:
1.
Memperoleh bahan baku, tenaga ahli, sumberdaya energy, dan
fasilitas-fasilitas untuk mengangkut hasil produksi ke pasar.
2.
Memperoleh pasar untuk barang-barang yang telah dan akan di produksi.
Pembangunan
seimbang ini dapat pula di definisikan sebagai usaha pembangunan yang bertujuan
untuk mengatur investasi sehingga sepanjang proses pembangunan tidak akan ada
hambatan yang berasal dari penawaran dan permintaan. Jika kita melakukan
pembangunan seimbang dan dana investasi
jauh lebih besar dari dana investasi sebelumnya.
a. Menurut Rosenstein-Rodan dan Nurkse
Istilah pembangunan seimbang itu di ciptakan oleh Nurkse
(1956). Namun demikian teori ini pertama kali di kemukakan oleh Paul
Rosenstein-Rodan (1953) dengan nama teori dorongan besar-besaran.
Inti dari tesis Rosenstein-Rodan adalah untuk menanggulangi hambatan
pada pembangunan ekonomi di NSB dan untuk mendorong perekonomian tersebut
kearah yang lebih maju di perlukan suatu dorongan besar-besaran atau suatu
program yang menyeluruh yang mengacu pada sejumlah minimum investasi tertentu.
Adapun tujuan utama
dari strategi ini adalah untuk menciptakan berbagai industri yang saling
berkaitan erat satu sama lain sehingga setiap industry memperoleh eksternalitas
ekonomi sebagai akibat dari proses industrialisasi seprti itu.
Menurut
Rosenstein-Rodan adanya pembangunan
industri secara besar-besaran di nilai dapat menciptakan tiga jenis
eksternalitas ekonomi, yaitu :
1.
Eksternalitas di akibatkan perluasan pasar
2.
Eksternalitas yang tercipta karena lokasi industry yang saling
berdekatan dengan satu sama lain.
3.
Eksternalitas yang tecipta karena ada industry lain dalam perekonomian
tersebut
Pendapat Nurkse
tidak jauh berbeda dengan pendapat Rosenstein-Rodan. Dalam analisisnya Nurkse
menekankan bahwa pembangunn ekonomi bukan hanya menghadapi masalah pada
kelangkan modal, tetapi juga dalam mendapatkan pasar bagi barang-barang
industry di kembangkan. Tingkat investasi yang rendah yang muncul sebagai
akibat dari rendahnya daya beli masyarakat sedangkan rendahnya daya beli
masyarakat di akibatkan oleh rendahnya pendapatan rill masyarakat dan rendahnya
pendapatan rill masyarakat di akibatkan oleh rendahnya produktifitas. Fenomena
tersebut yang kemudian di kenal dengan sebutan lingkaran setan kemiskinan.
Daya beli
masyarakat pasar bagi barang-barang yang dihasilkan oleh sektor produktif. Oleh
karena itu, jika daya beli masyarakat rendah akan menyebabkan pasar-pasar bagi
sektor produktif menjadi terbatas. Kondisi ini menyebabkan para pengusaha dan
investor enggan berinvestasi akibatnya perekonomian akan mengalami pertumbuhan
yang lambat. Jadi, kesimpulannya bahwa dorongan untuk berinvestasi sering kali
di batasi oleh pasar.
Pasar merupakan
faktor penting yang akan membatasi investasi di sektor modern oleh karena itu,
untuk menyusun kebijakan dan program pembangunan persoalan yang harus
dipecahkan terlebih dahulu adalah bagaimana memperluas pasar domestik. Faktor
yang dapat di jadikan acuan dalam menentukan luas pasar adalah tingkat
produktivitas. Oleh karena itu, satu-satunya jalan keluar dari kebuntuan ini
adalah dengan mensinkronkan penggunaan modal pada berbagai macam jajaran industri.
NSB perlu
melaksanakan program pembangunan seimbang, dengan jalan pada waktu yang
bersamaan dilakukan investasi diberbagai industri yang berkaitan erat satu sama
lain. Dengan cara inilah pasar dapat diperluas, karena kesempatan kerja dan
pendapatan masyarakat dinilai mampu menciptakan
permintaan akan barang-barang industri yang dihasilkan. Pembangunan
suatu industri dinilai akan mampu menciptakan pasar bagi industri lain, semakin
banyak industri yang dibangun semakin luas juga pasar industri tersebut
sehingga memungkin kan penggunaan modal secara lebih efisien dan intensif.
Dengan demikian pembangunan seimbang akan menjadi perangsang untuk memperluas
permintaan akan modal dan untuk melakukan investasi yang lebih banyak.
Selain itu
keseimbangan juga diperlukan antara sektor dalam negri dan sektor luar negri.
Penerimaan atas ekspor merupakan sumber penting untuk membiayai pembangunan,
sedangkan industri dalam negri juga memerlukan tambahan impor bahan baku untuk
memenuhi kebutuhan kapasitas produksi mereka. Strategi pembangunan seimbang
merupakan pondasi kuat untuk perdagangan internasional. Dengan semangkin
meningkatnya produksi dalam negeri, pasar dalam negeri dan pasar luar negeri
atas produk tersebut pun semakin meluas. Dengan demikian tingkat kesempatan
kerja dan pendapatan masyarakat pun meningkat.
b. Menurut Scitovsky dan Lewis
Hirschman mengelompokkan Scitovsky dan Lewis sebagai
pencetus strategi pembangunan seimbang pada sisi penawaran, sedangkan Rosentein-Rodan
menenkankan pada sisi permintaan.
Scitovsky menyebutkan adanya dua konsep eksternalitas ekonomi
dan manfaat yang diperoleh di suatu industri dari adanya dua macam
eksternalitas ekonomi yang ada dalam perekonomian tersebut.
Dalam teori keseimbangan, eksternalitas ekonomi dapat
diartikan sebagai peningkatan efisiensi yang terjadi pada suatu industri
sebagai akibat dari adanya perbaikan teknologi pada industri lain. Keuntungan
pada suatu perusahaan bukan saja tergantung pada efisiensi penggunaan
faktor-faktor produksi dan tingkat produksi perusahaan tersebut, tetapi juga
tergantung pada penggunaan faktor-faktor produksi dan tingkat produksi
perusahaan lainnya terutama perusahaan-perusahaan yang erat kaitannya dengan
perusahaan tersebut.
Mekanisme terciptanya eksternalitas ekonomi tersebut dijelaskan
Scitovsky dengan contoh berikut. Jika investasi baru dilakukan untuk suatu
industri, maka kapasitasnya akan bertambah. Hal ini dapat menurunkan biaya
produksi industri tersebut sehingga mendorong kenaikan harga input yang
digunakan. Penurunan biaya produksi tersebut akan menurukan haga jual produk
industri tersebut, dan hal ini akan menguntungkan bagi industri-industri yang
menggunakan produk dari industri tersebut. Sedangkan kenaikan harga inputnya
akan memberikan keuntungan bagi industri yang menghasilkan input tersebut.
Misalnya industri X melakukan investasi untuk memperluas
kegiatannya, maka tindakan tersebut akan menguntungkan beberapa jenis
perusahaan. Jenis-jenis perusahaan memperoleh eksternalitas ekonomi keuangan
dari industri X adalah :
1.
Perusahaan-perusahaan yang akan menggunakan produksi X sebagai bahan
mentah industri mereka, karena harga nya lebih murah
2.
Industri-industri yang menghasilkan bahan mentah bagi industri X, karena
permintaan dan mungkin harga nya akan naik
3.
Industri-industri yang menghasilkan barang komplementer untuk barang
yang diproduksi industri X, karena dengan naiknya produksi dan penggunaan hasil
industri X maka jumlah permintaan akan barang-barang komplementer tersebut
bertambah
4.
Industri-industri yang menghasilkan barang-barang yang dibutuhkan oleh
orang-orang yang mengalami pertambah pendapatan
5.
Industri-industri yang menghasilkan barang substitusi bahan entah yang
digunakan oleh industri X.
Berdasarkan
gambaran diatas, Scitovsky menyimpulkan bahwa integrasi secara menyeluruh
antara berbagai industri diperlukan untuk menghapus perbedaan antara keuntungan
perorangan dengan keuntungan masyarakat. Scitovsky memandang bahwa mekanisme
pasar tidak dapat mengintegrasikan antarberbagai industri yang sifat nya
demikian, karena mekanisme pasar berperan untuk meciptakan efisensi alokasi
sumberdaya dalam jangka pendek. Oleh karena itu, Scitovsky setuju dengan
pandangan Rosentein-Rodan yang menyatakan tentang perlunya program pembangunan
industri secara besar-besaran dan menciptakan suatu pusat perencanaan penanaman
modal untuk melengkapi fungsi mekanisme pasar dalam mengatur alokasi
sumberdaya-sumberdaya.
Sementara itu,
dalam analisisnya Lewis menekankan tentang perlunya pembangunan seimbang yang
didasarkan pada keuntungan yang akan diterima dari adanya saling ketergantungan
antara berbagai sektor, yaitu antara sektor pertanian dan sektor industri,
serta antara sektor dalam negeri dan sektor luar negeri.
Menurut lewis, akan
timbul banyak masalah jika pembangunan hanya dipusatkan pada satu sektor saja,
tanpa adanya keseimbangan dari sektor lain sehingga akan menimbulkan
ketidakstabilan dan gangguan terhadap proses kegiatan ekonomi sehingga proses
pembangunan terhambat.
Lewis memberikan
gambaran di bawah ini tentang betapa pentingnya pembangunan yang seimbang
antara sektor industri dan sektor pertanian. Misalkan disektor pertanian ada
inovasi teknologi produksi bahan pangan untuk kebutuhan domestik, implikasi
yang mungkin terjadi adalah :
1.
Terdapat surplus disektor pertanian yang dapat dijual di sektor non
pertanian
2.
Produksi tidak bertambah berati tenaga kerja menjadi sedikit dan jumlah
pengangguran bertambah tinggi.
3.
Kombinasi dari kedua keadaan tersebut.
Jika sektor
industri mengalami perkembangan pesat, maka sektor tersebut akan dapat menyerap
kelebihan produksi bahan pangan dan tenaga kerja. Namun tanpa adanya
perkembangan di sektor industri maka nilai tukar sektor pertanian akan memburuk
sebagai akibat dari kelebihan tenaga kerja, dan akan menimbulkan depresif
terhadap pendapatan di sektor pertanian. Oleh karena itu di sektor pertanian
tidak perlu lagi ada perangsangan untuk mengadakan investasi baru dan melakukan
inovasi.
Di sisi lain jika
pembangunan difouskan hanya pada sektor industrialisasi dan mengabaikan sektor
pertanian, hal tersebut akan memicu permasalahan baru yang pada akhirnya akan
menghambat proses pembangunan ekonomi. Masalah kelangkaan produk pertanian
terjadi, akibatnya kenaikan atas produk-produk pertanian pun menjadi
jawabannya. Kondisi ini akan mendorong terjadinya inflasi.
Akhirnya, jika
sektor pertanian tidak berkembang, maka sektor industri juga tidak dapat
berkembang, dan keuntungan sektor industri hanya sebagian kecil saja dari
pendapatan nasional. Oleh karena itu tabungan dan tingkat investasi pun akan
rendah. Maka Lewis menyimpulkan bahwa pembangunan haruslah dilakukan secara
berbarengan di kedua sektor tersebut.
Kemudian Lewis
menunjukan pula pentingnya pembangunan yang seimbang antara sektor produksi
barang-barang untuk kebutuhan domestic dan untuk kebutuhan luar negeri (ekspor)
Fungsi ekspor
lainnya adalah untuk mengatasi masalah keterbatasan pasar domestik. Pengembangan
sektor ekspor tidak lah serumit pengembangan sektor pertanian dan industri yang
mengahasilkan barang-barang kebutuhan domestik. Sektor ekspor merupakan
satu-satunya sektor yang berkembang sendiri tanpa bantuan sektor lain. Hal ini
merupakan faktor penting bagi pembanguan ekonomi di Negara-negara sedang
berkembang pada masa penjajahan terutama bersumber dari perluasan kegiatan
ekspor.
Perkembangan ekspor
akan merangsang perkembangan sektor domistik karena :
1.
Berbagai fasilitas yang digunakan untuk memperlancar kegiatan ekspor
seperti system komunikasi, transportasi, dan sebagainya dapat digunakan oleh
sektor domestik.
2.
Dengan menarik tenaga kerja dari sektor domestik, maka sektor ekspor
akan mendorong sektor domestic untuk menciptakan inovasi yang bertujuan untuk
meningkatkan produktivitas.
Akhirnya, sektor
ekspor dapat pula memperluas pembangunan ekonomi karena memungkinkan
perkembangan impor. Perkembangan impor ini akan memperbesar jumlah jenis
barang-barang dalam masyarakat.
Dari sudut ekspor
itu sendri, kelemahannya pada nilai tukar yang kurang menguntungkan. Walaupun
sektor ekspor ini berkembang pesat tetapi hanya menciptakan pertambahan pendapatan
yang sangat terbatas bagi masyarakat. Dan walaupun produktivitas produksi
meningkat, tetapi keuntungan dari kemajuan tersebut tidak dinikmati oleh para
pekerja, tetapi oleh pemakai barang-barang dari Negara maju yang meperoleh
barang-barang dengan harga yang murah.
Berdasarkan uraia
diatas Lewis menarik kesimpulan lewis menekankan tentang perlunya pembangunan
seimbang di berbagai sektor pertanian dan industri serta antara kegiatan
produksi barang untuk domestic dan kebutuhan luar negeri sehingga pembangunan
ekonomi berjalan lancar.
c. Kritik Terhadap Teori Pembangunan Seimbang
Banyak ekonom yang mengkritk strategi pembangunan
seimbang, antara lain Hirschman, streeten, dan singer. Hirscham dapat dianggap
pengkritik yang paling baik, karena selain menunjukan kelemahan-kelemahan dia
juga mengemukakan teorinya yaitu strategi pembangunan tidak seimbang.
Berikut merukan kritik dari para pakar ekonomi
pembangunan yaitu :
Menurut Hirschman strategi pembangunan seimbang telah gagal
sebagai teori pembangunan. Pembangunan seharusnya sebagai suatu proses
perubahan dari satu tipe ekonomi ke tipe ekonomi lainnya yang lebih maju. Namun
strategi pembangunan lebih kepada permapasan hak industri lama oleh industri
baru. Sementara itu Menurut Hirschman NSB tidak dapat melakukan pembangunan
yang serentak di berbagai sektor mengingat segala keterbatasan yang mereka
miliki. NSB dihadapkan pada kelangkaan sumberdaya modal, dan belum
terutilitasnya SDM dan SDA yang mereka miliki.
Singer menyatakan berpikir besar adalah nasihat
yang logi bagi NSB, tetapi bertindak besar adalah nasihat yang keliru jika hal
itu memaksa mereka bertindak diluar batas kemampuan dan sumberdaya yang mereka
miliki.
Nurkse menggambarkan strategi pembangunan seimbang
tanpa adanya perencanaan. Padahal, investasi secara serentak pada berbagai
sektor memerlukan perencanaan dan koordinasi oleh pemerintah.
C. STRATEGI PEMBANGUNAN TAK SEIMBANG
Teori pembangunan tak seimbang ini
dikemukakan oleh Hirschman dan Streeten. Pada dasarnya, pembangunan tak seimbang
adalah pola pembangunan yang lebih bertujuan untuk mempercepat proses
pembangunan di NSB. Pola pembangunan tidak seimbang ini didasarkan pada :
1.
Secara historis, proses pembangunan ekonomi yang terjadi mempunyai corak
pembangunan tidak seimbang.
2.
Untuk meningkatkan efisiensi dalam penggunaan sumberdaya yang tersedia
3.
Pembangunan tidak seimbang akan berpotensi menimbulkan kemacetan atau
gangguan-gangguan dalam proses pembangunan, tetapi hal tersebut dinalai dapat
menjadi pendorong untuk pembangunan selanjutnya.
Menurut Hirschman,
jika kita mengamati proses pembangunan yang terjadi antara dua periode waktu,
maka akan tampak begitu nyata bahwa berbagai sektor ekonomi telah mengalami
perkembangan dengan laju yang berbeda. Hal tersebut menunjukan bahwa pembangunan
akan lebih baik jika dijalankan dengan tidak seimbang.
Pembangunan tidak
seimbang ini juga dapat dianggap lebih sesuai untuk dilaksanakan di NSB karena
Negara-negara tersebut mengalami kelangkaan sumberdaya.
a. Pembangunan tidak seimbang antara sektor prasarana dan sektor produktif
Permasalahan yang dianalisis Hirschman dalam strategi
pembangunan tidak seimbang adalah bagaimana cara menentukan proyek pembangunan
yang harus didahulukan berdasarkan suatu perioritas tertentu. Argument yang
medasari pemikiran tersebut adalah karena proyek-proyek tersebut membutuhkan
modal dan sumberdaya yang tidak sedikit, kadang seringkalai melebihi modal dan
sumberdaya yang tersedia. Untuk itu agar
penggunaan sumberdaya dapat optimal maka diperlukan pengalokasian sumberdaya
yang efektif dan efisien.
Cara pengalokasian sumberdaya tersebut dibedakan menjadi
dua:
1. Cara pilihan pengganti
Suatu cara pemilihan proyek yang bertujuan untuk
menentukan apakah proyek A atau proyek B yang harus dilaksanakan
2. Cara pilihan penundaan
Cara pemilihan proyek yang menentukan urutan proyek
dengan menentukan apakah proyek A atau proyek B yang harus didahulukan
Berdasarkan prinsip pemilihan proyek diatas, Hirschman
menganalisis masalah alokasi sumberdaya antara sektor prasarana dengan sektor
produktif yang dapat langsung menghasilkan barang-barang yang dibutuhkan
masyarakat. Ada tiga macam pendekatan untuk mengembangkan sektor prasarana dan
sektor produktif, yaitu :
1.
Pembangunan seimbang antara kedua sektor tersebut
2.
Pembangunan tidak seimbang di mana pembangunan sektor prasarana lebih
ditekankan
3.
Pembangunan tidak seimbang di mana sektor produktif lebih ditekankan
Strategi
Pembangunan Tak Seimbang
Hirschaman
menggunakan gambar diatas untuk memilih pendekatan yang sesuai untuk
pembangunan di NSB.
Kurva a,b,c,d
masing-masing merupakan tingkat produksi yang dicapai dengan sejumlah investasi
tertentu jika modal tersebut digunakan secara penuh.
OX menunjukan
jumlah prasarana (SOC) dan OY menunjukan keseluruhan biaya produksi yang
dikeluakan oleh sektor DPA serta garis OZ merupakan jalur pembangunan seimbang.
Menurut Hirschman
kegiatan ekonomi akan mencapai skala efisiensi yang optimal jika telah tercapai
dua kondisi :
1.
Setiap sumberdaya telah dialokasikan secara optimal pada kedua sektor,
sehingga dengan sejumlah sumberdaya tersebut dapat dicapai produksi yang
maksimum
2.
Untuk suatu produksi tertentu hanya diperlukan sejumlah sumberdaya pada
tingkat minimal pada kedua sektor.
Ada dua pilihan
orientasi kebijakan dalam alokasi investasi, yaitu :
1.
Orientasi kebijakan yang mendahulukan perkembangan DPA dan kemudian baru
diikuti oleh SOC. Pendekatan tersebut ditunjukan oleh AB1, BC1,
CD1. Pendekatan tersebut dinamakan Pembangunan Melalui Kekurangan
2.
Orientasi kebijakan yang mendahulukan pembangunan prasarana dan baru
diikuti pembangunan sektor produktif. Pendekatan tersebut ditunjukan oleh AA1,
BB1, CC1 dan pendekatan tersebut dinamakan Pembangunan
Melalui Kapasitas Berlebih.
Dari kedua
orientasi tersebut manakah yang sebaiknya dilaksanakan oleh NSB ? Menurut
Hirschman, yang harus dilakukan adalah urutan pembangunan yang akan menjamin
pembangunan selanjutnya yang maksimum.
Di sebagian besar
NSB, program pembangunan seringkali ditekankan pada pembangunan prasarana untuk
mempercepat pembangunan di sektor produktif. Hirschman tidak sependapat dengan
hal tersebut. Menurut Hirscham dalam keadaan motivasi masyarakat yang sangat
terbatas, maka lebih baik menggunakan orientasi pembanunan melalu kekurangan
daripada pembangunan melalui kapasitas berlebih. Dengan kata lain setiap Negara
atau Daerah dengan dengan jumlah pengusaha yang terbatas, orientasi yang sesuai
adalah dengan mendahulukan pembangunan sektor produktif agar tidak terjadi
pemborosan penggunaan prasarana.
b. Pembangunan Tak Seimbang dalam Sektor Produktif
Menurut Hirschman, di dalam sektor produktif ada dua
pendorong yang tercipta akibat adanya hubungan antara berbagai industri yang
menyediakan barang-barang yang digunakan sebagai bahan baku industri lain
adalah :
1.
Pengaruh keterkaitan kebelakang
Dimana ada rangsangan dari pembangunan suatu industri
terhadap perkembangan industri yang menyediakan bahan baku bagi industri
tersebut.
2.
Pengaruh keterkaitan kedepan
Dimana ada rangsangan dari pembangunan suatu industri
terhadap pembangunan industri yang menggunakan produksi industri yang pertama
sebagai bahan baku mereka.
Menurut Hirschman, ada dua jenis Industri yang memeiliki
keterkaitan antarindustri nya, yaitu :
1.
Industri Satelit
Indistri ban mobil dan karoseri merupakan industri
satelit dari industri mobil
2.
Industri non-satelit
Industri mobil tidak memiliki kaitannya sama sekali
dengan industri minuman ringan
Berikut ini adalah beberapa karakteristik industri
satelit yaitu :
1.
Lokasinya berdekatan dengan industri utama sehingga akan dicapai satu
skala efisiensi tertentu atas interaksi antarmereka
2.
Industri-industri tersebut menggunakan input utama yang berasal dari
produk industri induk (utama) atau industri tersebut menghasilkan produk yang
merupkan input dari industri induk, tetapi bukan merupakan input utama
3.
Besarnya idustri satelit tidak akan melebihi industri induknya
Kedua jenis
industri tersebut dapat dirangsang karena adanya kaitan kedepan maupun
kebelakang. Apabila pembangunan industri mobil mendorong perkembangan industri
ban mobil, hal ini merupaka pengaruh keterkaitan kebelakang. Sedangkan jika
industri mobil mendorong perkembangan industri karoseri, hal ini merupakan
pengaruh keterkaitan ke depan.
Berdasarkan pola
keterkaitan tersebut Hirschman membedakan industri kedalam beberapa kelompok
yaitu :
1.
Industri barang setengah jadi
2.
Industri barang setengah jadi sektor primer
3.
Industri barang jadi
4.
Industri barang jadi sektor primer
Sektor industri
barang setengah jadi mempunyai kemampuan yang lebih tinggi utnuk merangsang
pengembangan investasi disektor industri lain jika dibandingkan dengan sektor
industri barang akhir.
Pada tahap awal
pembangunan ekonomi sebaiknya sektor industri yang menghasilkan barang jadi
yang dikembangkan terlebih dahulu. Industri tersebut disebut industri barang
konsumsi.
Menurut Hirschman
industri barang konsumsi dibagi menjadi dua kelompok :
1.
Industri yang memproses produk-produk industri primer dalam negeri atau
yang diimpor menjadi barang jadi
2.
Industri yang memproses barang setengah jadi menjadi barang jadi
Akhirnya, dapat ditarik
kesimpulan bahwa menurut pandangan Hirschman proses pembangunan industrialisasi
yang ideal adalah sebagai berikut :
1.
Tahap perkembangan industri barang konsumsi
2.
Tahap perkembangan industri barang setengah jadi
3.
Tahap perkembangan industri barang modal
c. Kritik Terhadap Strategi Pembangunan Tidak Seimbang
Hirschman dapat dikatakan sebagai pendukung system
ekonomi campuran. Namun konsep perkembangan ini tidak luput dari beberapa
keterbatasan.
Pertama, dalam konsep ini kurangnya perhatian pada
komposis, arah dan waktu pertumbuhan tidak seimbang.
Kedua, konsep ini cenderung mengabaikan konflik
internal yang akan mucul kepermukaan.
Ketiga, permasalahan mendasar yang dihadapi NSB
adalah kurangnya sumberdaya yang dimiliki NSB seperti, terbatasnya tenaga teknis,
bahan baku, dan fasilitas dasar seperti transportasi, bahkan luas pasar produk
yang masih sempit.
Keempat, rendahnya mobilitas sumberdaya di NSB karena
sangatlah sulit bagi NSB untuk memindahkan sumberdaya dari satu sektor ke
sektor lainnya
Kelima, adanya ancaman inflasi bagi NSB yang
disebabkan oleh sebagian besar pemerintah NSB belum mampu mempergunakan
instrument moneter dan fiskal secara efektif. Karna jika investasi dalam dosis
besar disuntikan kebeberapa sektor strategis dalam perekonomian, maka akan
terjadi kenaikan pendapatan diikuti dengan meningkatnya permintaan barang
konsumsi. Hal tersebut akan memicu timbul nya inflasi pada tingkat harga.
Inflasi akan begitu sulit dikendalikan oleh NSB.
Keenam, terlalu banyak penekanan pada investasi
dibandingkan dengan keputusan penting lainnya yang mendasar bagi pembangunan.
NSB tidak hanya memerlukan keputusan investasi tetapi juga keputusan-keputusan
administrative, manajemen, dan kebijakan public.
PROSPEK PEREKONOMIAN INDONESIA TAHUN 2013
Friday,
18 January 2013
|
Perekonomian
Indonesia pada tahun 2012 menunjukkan kinerja yang cukup baik di tengah
situasi perekonomian global yang masih dibayang-bayangi oleh berbagai
ketidak-pastian, seperti prospek pemulihan ekonomi di kawasan Eropa (terutama
di negara yang mengalami krisis hutang, yaitu Yunani, Italia, Irlandia,
Potugal dan Spanyol) dan ancaman jurang fiskal (fiscal cliff) di AS
akibat perbedaan sudut pandang dan kepentingan antara Pemerintahan Barrack
Obama (Partai Demokrat) dengan Konggres yang didominasi oleh Partai Republik,
terkait strategi kebijakan untuk meningkatkan penerimaan negara dari pajak,
efisiensi pengeluaran negara terutama pengurangan pengeluaran untuk
perlindungan sosial, serta batasan hutang dan defisit anggaran pemerintah AS.
Krisis tersebut turut berimbas pada penurunan permintaan eksternal dan
perlambatan aktivitas perekonomian di Asia, termasuk China dan India.
Data
BPS menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan III-2012
bila dibandingkan triwulan III-2011 tercatat sebesar 6,17% (yoy) dan
secara kumulatif mencapai sebesar 6,29% bila dibandingkan periode yang sama
tahun 2011 (ctc). Besaran PDB atas dasar harga berlaku secara
kumulatif pada triwulan III-2012 mencapai sebesar Rp. 6.151,6 trilyun. Bank
Indonesia memperkirakan bahwa pertumbuhan pada triwulan IV-2012 akan mencapai
6,2%, sehingga pertumbuhan untuk keseluruhan tahun 2012 akan mencapai sekitar
6,3%. Pertumbuhan ekonomi Indonesia menunjukkan trend yang terus meningkat
dibandingkan triwulan sebelumnya. Bahkan pertumbuhan ekonomi Indonesia sejak
triwulan II-2012 merupakan pertumbuhan terbesar kedua di Dunia setelah China
yang meskipun mencatat angka 7,7% namun trendnya menurun dibandingkan triwulan
sebelumnya (Firmanzah, 2012). Dengan demikian tingkat pertumbuhan Indonesia
kembali berada di atas rata-rata tingkat pertumbuhan dunia yang pada tahun
2012 diprediksi sebesar 3,5%.
Sebagaimana
terlihat dalam Grafik dan Tabel I, dalam 10 tahun terakhir pertumbuhan
ekonomi Indonesia sangat stabil di kisaran 5,5% ± 1% dengan pertumbuhan
rata-rata sebesar 6,11%. Sejak tahun 2007 hingga 2012, tingkat pertumbuhan
hampir selalu di atas 6% dengan pengecualian tahun 2009 (4,6%) sejalan dengan
krisis ekonomi global akibat kegagalan sektor kredit properti (subprime
mortgage crises) dimana sebagian besar negara bahkan mengalami
pertumbuhan minus. Trend tersebut berbeda bila dibandingkan dengan Singapura
yang memiliki tingkat pertumbuhan rata-rata sebesar 6,55%, namun fluktuasinya
sangat tinggi mulai dari 14,7% (2010) setelah mengalami kontraksi -1,3%
(2009). Demikian pula halnya dengan Thailand, Malaysia, Brunei Darussalam
yang tidak lepas dari imbas krisis global tahun 2009, sehingga turut
mengalami pertumbuhan yang minus. Pertumbuhan ekonomi Vietnam memang
menunjukkan tingkat yang selalu lebih tinggi dibandingkan Indonesia dari
periode 2002 hingga 2010, namun terlihat mulai mengalami overheating
dan melambat pertumbuhannya. Sedangkan Myammar dengan skala perekonomiannya
yang masih terbatas dapat mencapai pertumbuhan di atas 10% (double digit)
pada periode 2002 hingga 2007 dan di masa mendatang berpotensi untuk terus
tumbuh sejalan dengan reformasi dan keterbukaan politik yang ditempuh oleh
Pemerintah Myammar.
Grafik dan Tabel I : Pertumbuhan Ekonomi di ASEAN, China
dan India (2002-2012)
Ketahanan
ekonomi Indonesia terhadap imbas krisis keuangan global tidak terlepas dari
karakteristik ekonomi nasional yang ditopang oleh konsumsi domestik dan pembentukan
modal tetap bruto (investasi). Hingga triwulan III-2012 seperti terlihat
dalam Tabel II, Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia didominasi oleh
pengeluaran Konsumsi Masyarakat (54,79%), diikuti oleh PMTB (37,58%),
pengeluaran Pemerintah (8,24%). Tekanan pelemahan ekonomi global berimbas
pada penurunan harga komoditas (seperti batubara, nikel, tembaga dan CPO) dan
pengurangan permintaan dari negara tujuan ekspor, telah menyebabkan
melambatnya kinerja ekspor nasional dan terjadi defisit ekspor terhadap impor
sebesar -0,61% dari PDB. Meskipun kinerja ekspor secara nominal terus
meningkat (23,1% dari PDB), namun kebutuhan impor barang modal dan bahan
baku/antara untuk kebutuhan produksi yang terus meningkat (23,7% dari PDB)
telah menyebabkan neraca perdagangan mengalami defisit (minus).
Tabel II : Produk Domestik Regional Bruto Indonesia
(2010-2012)
Kinerja
perekonomian pada triwulan III-2012 meningkat 3,21% dibandingkan triwulan
sebelumnya (II-2012), yang berarti lebih besar dibandingkan peningkatan pada
triwulan II-2012 terhadap triwulan I-2012 sebesar 2,80% (qtq).
Komponen PMTB tumbuh sebesar 2,94% (qtq), diikuti Konsumsi Masyarakat sebesar
2,71%.Sedangkan komponen pengeluaran yang mengalami penurunan adalah
Pengeluaran Pemerintah (-0,07%), Ekspor (-0,21%) serta Impor (-8,36%).
Apabila dibandingkan dengan triwulan yang sama pada tahun 2011, laju
pertumbuhan komponen pengeluaran PMTB mencapai 10,02% dan komponen konsumsi
masyarakat mencapai 5,68%.
Dari
sisi lapangan usaha, seluruh sektor perekonomian Indonesia pada triwulan
III-2012 mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya (qtq).
Pertumbuhan terbesar terjadi pada sektor Pertanian (6,15%), sektor
Pengangkutan dan Transportasi (4,20%), sektor Industri (3,99%), dan sektor
Konstruksi (3,79%). Sedangkan jika dibandingkan dengan periode triwulan yang
sama tahun 2011 (yoy), maka terdapat 5 sektor yang memiliki pertumbuhan
melebihi angka pertumbuhan PDB (6,17%), terutama sektor-sektor yang padat
modal, seperti: sektor Pengangkutan dan Komunikasi (10,48%), sektor
Konstruksi (7,98%), sektor Keuangan, Real Estate dan Jasa Perusahaan (7,41%),
sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (6,91%). Sedangkan sektor yang
berpotensi padat karya yang dapat tumbuh di atas pertumbuhan PDB hanyalah
sektor Industri (6,36%). Di sisi lain sektor Pertambangan yang padat karya
menjadi satu-satunya sektor yang mengalami pertumbuhan minus (-0.09%) akibat
dampak dari penurunan permintaan global.
Stabilitas perekonomian nasional
sepanjang tahun 2012 tercermin pula dari tingkat inflasi yang mencapai 4,3%,
atau sedikit di atas tingkat inflasi 2011 (3,8%). Tingkat inflasi yang stabil
di koridor target Pemerintah dan BI (4,5% ± 1%) didukung oleh inflasi
kelompok volatile foods yang rendah dan inflasi inti yang terkendali
dengan rendahnya imported inflation sejalan dengan penurunan harga
komoditas pangan dan energi global. Meskipun ekspektasi inflasi sempat
berfluktuasi akibat wacana kenaikan BBM pada semester awal tahun 2012, namun administered
prices tetap terkendali seiring dengan tidak adanya kebijakan kenaikan
BBM.
Grafik II : Tingkat Inflasi
Indonesia (2008-2012)
POTENSI DAN PROSPEK PEREKONOMIAN
INDONESIA
Bercermin dari kinerja
perekonomian nasional tahun 2012 dengan ketahanan dan kesinambungan
pertumbuhan di tengah perekonomian global yang masih belum menentu, maka
perekonomian nasional tahun 2013 memiliki potensi besar untuk terus tumbuh
dan mencapai target makro ekonomi, seperti tingkat pertumbuhan sebesar 6,8%
dan tingkat inflasi sebesar 4,9%. Kekuatan pasar domestik dan arus investasi
yang semakin meningkat seiring dengan pengakuan rating investment gradeoleh
lembaga pemeringkat internasional seperti S&P, Moody dan Fitch, merupakan
modal utama pertumbuhan.
Prospek Indonesia sebagai negara
dengan perekonomian nomor 16 di dunia, nomor 4 di Asia setelah China, Jepang
dan India, serta terbesar di Asia Tenggara, semakin menjanjikan dengan
melimpahnya sumber daya alam, pertumbuhan konsumsi swasta dan iklim investasi
yang kondusif. Namun ke depan masih terdapat tantangan besar untuk
meningkatkan daya saing (competitiveness) yang saat ini berada pada
peringkat 50 dari 144 negara, khususnya yang berkaitan dengan peningkatan
infrastruktur, kesehatan dan pendidikan, efisiensi pasar tenaga kerja,
penguasaan teknologi dan inovasi, serta kelembagaan.
Peningkatan pendapatan per kapita
menjadi US$ 3.660 membuat Indonesia masuk ke dalam kategori negara
berpendapatan menengah, dimana pertumbuhan ekonominya tidak lagi dapat
bergantung kepada sumber daya alam dan alokasi tenaga kerja murah (resources
and low cost-driven growth) namun harus mampu menghasilkan produktivitas
yang lebih tinggi dengan memanfaatkan modal fisik dan sumber daya manusia
terampil (productivity-driven growth), agar pertumbuhan ekonomi
Indonesia tidak stagnan dan terhindar dari jebakan negara berpendapatan
menengah (middle income trap). Melalui program MP3EI (Master Plan
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia) yang telah berjalan
sejak tahun 2011, Pemerintah terus mempercepat pengembanganberbagai program
pembangunan untuk mendorong peningkatan nilai tambah sektor-sektor unggulan
ekonomi, pembangunan infrastruktur danenergi, serta pembangunan SDM dan
Iptek. Selain itu Pemerintah juga mendorong perluasan pembangunan ekonomi
Indonesia agar efek positif dari pembangunan ekonomi Indonesia dapat
dirasakan di semua daerah dan oleh seluruh komponen masyarakat. Diproyeksikan
investasi yang dialokasikan untuk kegiatan proyek MP3EI pada tahun 2013akan
berjumlah Rp. 545,53 trilyun untuk 82 proyek infrastuktur dan 64 proyek di
sektor riil yang menyebar di semua 6 koridor ekonomi, dengan porsi terbesar
di koridor Papua - Maluku (37,5%) dan koridor Jawa (21,22%).
Tabel III : Tingkat Perekonomian dan Pendapatan Per Kapita
di ASEAN(2010-2012)
Berlarut-larutnya
penyelesaian pemulihan krisis ekonomi di kawasan Eropa dan AS masih akan
menghambat ekspansi pertumbuhan ekspor. Pelemahan nilai tukar rupiah yang
semakin berlanjut pada awal tahun 2013 hingga mendekati Rp.10.000/US$ di satu
sisi membuat harga produk ekspor Indonesia bertambah kompetitif dan di sisi
lain dapat menahan pembelian domestik terhadap produk impor yang harganya
semakin tinggi. Namun nilai tukar rupiah harus dijaga agar tidak menembus
angka psikologis tersebut mengingat kondisi perekonomian ke depan masih
dibayang-bayangi dengan ancaman kenaikan harga minyak dunia.
Beban alokasi subsidi energi dalam
APBN TA 2013 yang mencapai Rp. 274,7 trilyun (subsidi BBM Rp 193,8 trilyun
dan subsidi listrik Rp 80,9 trilyun) berpotensi untuk bertambah apabila konsumsi
BBM melebihi pagu 46 juta kl dan tidak dilakukan penyesuaian harga. Selain
itu keterbatasan produksi minyak dalam negeri (lifting minyak tahun 2012
hanya mencapai 861 ribu barel per hari) menyebabkan Indonesia lebih banyak
mengimpor BBM (net importer). Nilai impor BBM setiap tahunnya sangat
besar, yaitu US$ 28 milliar pada tahun 2011(yang merupakan nilai komoditas
impor terbesar dalam neraca perdagangan Indonesia)dan berjumlah US$ 26
milliar hingga November 2012 atau sementara menempati nomor 2 terbesar di
bawah impor mesin dan peralatan mekanik (US$ 26,2 milliar) sehingga
berpotensi untuk kembali menjadi komoditas impor terbesar pada penghujung
tahun 2012 (Basri, 2013). Namun demikian penyesuaian harga BBM perlu
dilakukan secara seksama, baik waktu, tahapan dan besarannya mengingat akan
diikuti oleh kenaikan berbagai harga secara luas. Di sisi lain administered
inflation sudah pasti akan meningkat akibat kebijakan kenaikan harga
listrik sebesar 15% (secara bertahap/triwulan) dan kenaikan upah minimum
provinsi (UMP).
Akhirnya berbagai potensi dan
peluang perekonomian yang ada harus dimanfaatkan dengan maksimal dan didukung
dengan bauran kebijakan fiskal dan moneter yang prudential, transparent
dan accountable untuk memperluas penciptaan lapangan pekerjaan dan
mempercepat tingkat penurunan angka kemiskinan yang pada bulan September 2012
tercatat sejumlah 28,59 juta orang (11,66%) atau telah menurun dibandingkan
akhir tahun 2011 sebesar 29,89 juta orang (12,36%).
(Chairil/Hamidi/Adyawarman/Susanti/Saddra)
|
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Sebagian besar Negara Sedang Berkembang
dicekam oleh lingkaran setan kemiskinan. Untuk itu diperlukan suatu strategi
yang cocok untuk pembangunan suatu Negara tersebut.
Strategi upaya minimum kritis berdasarkan
tesis Leibenstein merupakan salah satu strategi untuk memajukan perekonomian
NSB. Dengan memberikan rangsangan pertumbuhan yang lebih besar di atas batas
minimum kritis tertentu. Dibalik itu semua strategi Leibenstein tetap
mengandung beberapa kelamahan jika diterapkan pada sistim perekonomian di NSB.
Kemudian Strategi Pembangunan Seimbang yang
mengharuskan adanya pembangunan yang harmonis di berbagai sektor ekonomi
sehingga keseluruhan sektor akan tumbuh bersama. namun jika strategi ini
diterapkan NSB masih memiliki banyak kekurangan dikarenakan NSB memiliki
keterbatasan dalam sumberdaya modal. SDM dan SDA.
Strategi yang terakhir adalah Strategi
Pembangunan Tak Seimbang, strategi ini dianggap sesuai untuk dilaksanakan di
NSB karena Negara-negara tersebut mengalami masalah kelangkaan sumberdaya.
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad Lincolin. 2010. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta: UPP STIM YKPN
Rowland Bismark.F.Pasaribu. 2013. Startegi
Pertumbuhan dan Pembangunan Ekonomi.http://rowlandpasaribu.files.wordpress.com/2013/02/05-strategi-pertumbuhan-dan-pembangunan-ekonomi.pdf.
Diakses 20 Maret 2013
(SETNEG) Sekertariat Negara. 2013. Prospek
Perekonomian Indonesia Tahun 2013